Senin, 31 Oktober 2011

bab 6 manusia dan Penderitaan







bab 4 manusia dan cinta kasih



Makalah IBD Peran Budaya Dalam Membentuk Kepribadian


BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara tentang kebudayaan sangat erat kaitannya dengan kepribadian seseorang. Budaya dan kepribadian bagaikan dua sisi mata uang tidak bisa dipisahkan. Dimana budaya yang baik selalu mempengaruhi pribadi yang baik, kemudian budaya buruk selalu mempengaruhi pribadi yang buruk juga.
Disamping itu kadang kala lingkungan menjadi hal utama yang dapat mempengaruhi baik buruknya budaya seseorang. Kita ambli contoh di Papua memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda dengan daerah lainnya, sehingga dengan sendiri kepribadian mereka juga agak berbeda dan unik. Hal ini dapat dikatakan melihat budaya Papua yang agak keras dan unik.
Sehingga kepribadian yang terbentukpun agak unik dan berbeda. Contoh budaya potong jari. Yang telah lama turun-temurun diterapkan di Papua, bahkan menjadi budaya (kebiasaan) yang lumrah untuk dihilangkan walaupun kelihatannya agar buruk dan tidak sesuai baik norma agama maupun norma hukum.
Contoh pengaruh budaya terhadap kepribadian yang lainnya dapat kita petik dari kehidupan masyarakat suku dayak di daerah pedalaman Kalimantan. Yang sebagaimana hidupnya sangat memprihatinkan dan menggenaskan. Bagi mereka memakai anting sebanyak-banyaknya ditelinga baik pria maupun wanita merupakan suatu hal yang biasa, padahal hal sangat mengelikan dan menakutkan. Yang lebih parahnya lagi hal ini telah melanggar berbagai norma-norma yang telah tertera. Tetapi mau bagaimana lagi, inilah budaya.
Baik masyarakat yang hidup di Papua maupun Kalimantan memilki budaya yang unik dan berbeda. Keunikan kebudayaan mereka membuat cara hidup termasuk kepribadian mereka sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan yang mereka miliki, pengaruh itu dapat kita lihat masyarakat Papua selalu hidup dan berbudaya dengan istilah mengorbankan apapun yang mereka miliki untuk seseorang yang mereka miliki dan sayangi. Sama halnnya juga dengan orang Kalimantan.
1.1 Latar Belakang
Tema yang diberikan adalah “Pengaruh Kebudayaan Dalam Membentuk kepribadian”. Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan social. Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola pikir masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideology yang mereka anut. Tentu saja pada kenyataannya budaya antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya berbeda, terlepas dari perbedaan karakter masing-masing kelompok masyarakat ataupun kebiasaan mereka. Realitas yang multi budaya ini dapat kita jumpai di negara-negara dengan komposisi penduduk yang terdiri dari berbagai etnis, seperti Indonesia, Uni Soviet (sekarang, Rusia), Yugoslavia (sekarang terpecah menjadi beberapa Negara) dan lain-lainnya. Kondisi Negara dengan komposisi multi budaya rentan terhadap konflik dan kesenjangan social. Memang banyak factor yang menyebabkan terjadinya berbagai konflik tersebut, akan tetapi sebagai salah satu unsur dasar dalam kehidupan social, budaya mempunyai peranan besar dalam memicu konflik.
1.2 Tujuan
Tujuan yang dapat dipetik dari makalah ini adalah memberikan gambaran dan pemahaman kepada siapapun tentang pengaruh budaya terhadap kepribadian seseorang. Agar ketika akan bertindak tidak bertindak sesuai dengan budaya buruk, yang ketika bertindak sesuai dengan budaya yang baik, serta pengaruh positif dapat kita rasakan bersama sesuai dengan tujuan Undang-undang dasar yang menjadi landasan dan akar dari bangsa kita.
Budaya bemasyarakat memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku yang ada agar dapat meningkatkan harmonisasi dalam bermasyarakat untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Manfaat dari penerapan Budaya bermasyarakat yang baik :
1. meningkatkan jiwa gotong royong
2. meningkatkan kebersamaan
3. saling terbuka satu sama lain
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan
5. meningkatkan rasa kekeluargaan
6. membangun komunikasi yang lebih baik
7. meningkatkan produktivitas kerja
8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll.
Kemudian tujuan lain yang tidak kala pentingnya adalah, agar kita (mahasiswa) semakin kreatif dan mampu mengungkapkan sesuatu secara ilmiah yang dituangkan dalam bentuk makalah kali ini. Yang sebagaimana kita juga sedang dipersiapkan untuk melanjutkannya ke dalam kehidupan kita sehari-hari.
1.3 Sasaran
Dalam hal ini yang menjadi cakupan antara kebudayaan dan kepribadian adalah masyarakat. Karena kebudayaan sangat melekat didalam setiap jiwa manusia, terutama masyarakat di Negara Indonesia yang dikenal sebagai Negara dengan kebudayaan yang sangat banyak. Di Indonesia, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sangat memberi pengaruh dalam konsep hubungan Kebudayaan dengan Kepribadian. Maka ada beberapa point yang menjadi titik sasaran, antara lain adalah :
  1. Masyarakat yang Berjiwa pancasila dan memiliki integritas kepribadian yang tinggi.
  2. Bersifat terbuka dan tanggap terhadap lingkungan sekitar, serta tanggap terhadap permasalahan masyarakat.
  3. Menguasai dasar-dasar kebudayaan sehingga mampu menemukan, memahami, menjelaskan, dan merumuskan cara penyelesaian masalah yang ada.
  4. Toleransi dalam bermasyarakat.
  5. Membentuk suatu sikap dasar, kebiasaan dan nilai-nilai yang dapat memupuk kerjasama, integritas dan komunikasi dalam bermasyarakat.

BAB II
PERMASALAHAN
Analisis permasalahan peran kebudayaan dalam membentuk kepribadian dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi lingkungan internal maupun eksternal. Berikut uraian dari setiap kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan  yang ada, berkaitan dengan peranan kebudayaan dalam membentuk kepribadian:
2.1   Kekuatan (Strength)
  • Peran Kebudayaan yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan titik acuan dalam membentuk kepribadian seseorang atau kelompok masyarakat. Karena melalui kebudayaan manusia dapat bertukar pikiran. Apalagi di jaman sekarang yang dimana teknologi informasi sangat menjadi acuan atau pengaruh dalam pertukaran kebudayaan dalam masyarakat berbangsa maupun bernegara.
  • Kebudaayaan dapat dijadikan panduan dalam membentuk mental seseorang.
  • Secara sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah seseorang/masyarakat sebagai pelaku kebudayaan dan kebudayaan merupakan objek yang dilaksanakan seseorang/masyarakat.
2.2    Kelemahan (Weekness)
  • Masyarakat sering sekali menerima langsung kebudayaan-kebudayaan negative yang seharusnya dan memang bertentangan dengan norma-norma, karena kebudayaan negative inilah yang tidak dapat mengubah kepribadian seseorang/masyarakat.
  • Kebudayaan daerah masih sering tidak dianggap oleh masyarakat local sendiri. Sehingga kepribadian yang didapat bukan berasal dari tanah airnya sendiri.
2.3    Peluang (Opportunity)
  • Dalam masa era-globalisasi yang ada, dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk memperkenalkan kebudayaan bangsa lain yang tidak dapat dijangkau kepada masyarakat agar mereka pun dapat mengenalnya.
  • Mulai diperkenalkannya kebudayaan kepada generasi penerus melalui pendidikan yang ada. Sehingga kebudayaan yang dimiliki oleh setiap bangsa negara atau daerah mulai diperkenalkan kepada generasi penerus mulai sejak dini.
2.4    Threat (Ancaman)
  • Peluang kebudayaan-kebudayaan luar yang negative sangat besar untuk ditiru, karena ini juga dengan bersamaannya teknologi-teknologi khususnya teknologi informasi yang berkembang pesat.
  • Hampir sedikit masyarakat yang mengenal kebudayaan daerahnya masing-masing, sehingga lambat-laun kebudayaan local akan sedikit dikenal oleh generasi berikutnya.
BAB III
Kesimpulan Dan Rekomendasi
3.1    Kesimpulan
         
          Kebudayaan dan kepribadian adalah sesuatu yang mutlak yang terdapat pada suatu masyarakat, karena tanpa kebudayaan dan kepribadian suatu masyarakat tidak akan berkembang si antara masyarakat yang satu dengan yang lain pasti terdapat kebudayaan yang berbeda pula. Karena itulah bila kita mempelajari kebudayaan orang lain kita tidak boleh memandang dari sudut pandang kebudayaan kita sendiri karena akan menyebabkan kesalahpahaman dan kerancauan.
3.2    Rekomendasi
  • Masyarakat dapat mengembangkan dan menjalankan karakter budaya masing-masing dengan baik tanpa menghalangi atau membatasi perilaku asertif berkembang dalam diri masyarakat itu sendiri. Masyarakat diharapkan mampu mengekspresikan diri mereka dengan apa adanya, bersikap jujur dengan tetap dihormati orang lain, serta mampu membawa diri dalam situasi apapun tanpa adanya paksaan ataupun keegoisan dalam diri masyarakat. Dengan demikian, masyarakat bisa mengatasi tuntutan-tuntutan atau permasalahan yang datang pada masyarakat secara bijaksana sehingga terhindar dari hal-hal negatif yang bisa menjerumuskan mereka.
  • Diharapkan dapat menunjang perkembangan perilaku asertif dalam diri masyarakat dengan tidak menjadikan budaya sebagai suatu penghalang. Dapat menanamkan nilai dan norma budaya dalam keluarga dan melestarikannya dengan baik, namun tetap mengembangkan perilaku asertif dalam lingkungan keluarga sehingga interaksi dalam keluarga dapat berlangsung dengan jujur dan tidak menyakiti hati orang lain, serta dapat saling menghormati. Lingkungan keluarga memiliki kedudukan penting dalam perkembangan perilaku asertif masyarakat.

Daftar Referensi

Sabtu, 29 Oktober 2011

makalah ibd 1




Makalah Ilmu Budaya Dasar

Peran Budaya Daerah Memperkokoh Ketahanan Budaya Nasional
Gdarma_2.jpg


Di susun oleh :
                                      NAMA      : LINDA FRISKA N
                                      NPM          : 14211107
                                      KELAS     : 1 EA 26


Fakultas Ekonomi Program Sarjana Manejemen
UNIVERSITAS GUNADARMA
2011


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya karya tulis yang berujudul “Peran Budaya Lokal Memperkokoh Ketahanan Budaya Bangsa” dapat diselesaikan tepat waktu. Tugas karya tulis yang diberikan oleh dosen pengajar mata kuliah Ilmu Budaya Dasar ini menjadi suatu titik tolakan bagi penulis untuk menyadari kembali bahwa kita hidup sebagai seorang warga Negara Indonesia yang memiliki kekayaan budaya yang sangat melimpah dan sudah seharusnya kita mensyukuri hal tersebut. Pada dasarnya rasa malas memang sangat menyenangkan jika dituruti, tetapi ternyata penulis menemukan bahwa perasaan menyenangkan dapat ditemukan pula dari mempelajari kekayaan budaya Indonesia, sehingga dengan bangga penulis dapat menyatakan bahwa karya tulis ini telah diselesaikan.
Atas terselesaikannya karya tulis ini, Penulis ingin menyampaikan rasa  terima kasih kepada :
  1. Allah, kerena kehendak-Nya lah penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
  2. Ibu-bapak penulis yang telah melahirkan penulis kedunia ini.
  3. Dosen Pengajar Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar Bapak M.Burhan Amin.
  4. Para Sahabat penulis yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis.
Seluruh rekan rekan kelas 1EA26
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu kritik, saran, serta komentar yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi perkembangan budaya Bangsa Indoneisa
Bekasi, Oktober 2011
Penulis








DAFTAR ISI

                                                                                                                                                       Hal.
Kata pengantar.........................................................................................................................         ii
Daftar isi...................................................................................................................................        iii
Bab 1 Pendahuluan
I.1 Latar belakang....................................................................................................................         1
I.2 Tujuan.................................................................................................................................         1
1.3 Sasaran...............................................................................................................................         1
Bab 2 Permasalahan
II.1 Kekuatan...........................................................................................................................         3
II.2 Kelemahan.........................................................................................................................         4
II.3 Peluang..............................................................................................................................         4
II.4Tantangan/hambatan..........................................................................................................         6
Bab 3 Kesimpulan dan Rekomendasi
III.1 Kesimpulan......................................................................................................................         8
III.2 Rekomendasi...................................................................................................................         8
Daftar Pustaka..........................................................................................................................         9
















BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Apakah definisi dari budaya? Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang telah ditanyakan dan dicari jawabnya sejak era Ibnu Khaldun sampai saat ini. Seolah-olah jawaban atas pertanyaan itu tidak pernah ada, atau mungkin ketika ditemukan jawabannya oleh seseorang, maka yang didefinisikan itu (budaya) lantas berubah. Oleh karenanya orang tak pernah sampai pada keputusan final yang disepakati oleh semua orang. Apalagi budaya dilihat dari kacamata berlainan tergantung yang melihatnya. Alhasil konsep budaya berbeda-beda tergantung siapa yang mendefinisikan konsep tersebut. Dalam buku-buku pengantar antropologi selalu disebutkan hasil temuan Kroeber & Kluckhon yang mengidentifikasi definisi budaya. Mereka mencatat sekurang-kurangnya terdapat 169 definisi berbeda. Hal itu menunjukkan betapa beragamnya sudut pandang yang digunakan untuk melihat budaya. Masing-masing disiplin ilmu memiliki sudut pandangnya sendiri, bahkan di dalam satu disiplin ilmu terdapat perbedaan karena pendekatan yang digunakan berbeda. Dalam disiplin ilmu psikologi misalnya, mungkin saja mereka yang tertarik dengan persoalan emosi akan mendefinisikan berbeda dengan mereka yang tertarik pada persoalan kesehatan mental
Pada dasarnya budaya berperan untuk meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, mandiri, maju, kreatif, trampil, bertanggungjawab, produktif serta sehat jasmani dan rohani, sehingga mampu menghadapi segala perubahan era globalisasi yang menuntut kesiapan sumber daya manusia bukan hanya sebagai penonton, tetapi juga harus mampu sebagai pelaku. Konsekuensi dari masuknya budaya asing, pelaku bisnis, politik, ekonomi, dan sebagainya, bahkan nilai-nilai budaya asing, seperti perilaku free sex,pergaulan bebas tanpa batas dan bertolak belakang dengan budaya bangsa Indonesia, yang mampu menggeser budaya bangsa Indonesia. Untuk itu, yang mampu menghadapi masalah dan perubahan zaman adalah pemahaman budaya masyarakat perlu ditanamkan pada mahasiswa sehingga mampu memilah dan memilih yang terbaik untuk menentukan sikap perilaku yang terbaik bagi diri sendiri dan bangsa Indonesia.
I.2 Tujuan
  1. Mengetahui keanekaragaman budaya Indonesia.
  2. Mengetahui berbagai macam budaya lokal.
  3. Mengetahui permasalahan budaya lokal dan Nasional saat ini.
  4. Mengetahui cara yang tepat guna menyelesaikan permasalahan budaya Indonesia
  5. Mengetahui budaya lokal yang berperan dalam memperkokoh budaya bangsa
  6. Menambah rasa kecintaan pembaca akan budaya Bangsa Indonesia.
I.3 Sasaran
  1. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang memiliki pengetahuan akan keanekaragaman budayanya baik lokal maupun nasional.
  2. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang mengerti dan memahami akan masalah kebudayaan yang sedang dan akan mereka hadapi.
  3. Terwujudnya ketahanan budaya lokal dan nasional.
  4. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang memiliki rasa nasionalisme dan cinta tanah air yang berdasarkan Pancasila.




BAB II
PERMASALAHAN
II.1 Kekuatan (Strength)
Konon, ulos melambangkan ikatan kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya atau antar sesama, seperti falsafah Batak: “ijuk pengihot ni hodong”, yang kurang-lebih artinya “ijuk pengikat pelepah pada batangnya”, karena ulos juga berfungsi sebagai penghangat badan, maka jika dilihat dari makna simboliknya bisa menghangatkan hubungan silaturahmi antar suku Batak sendiri, yaitu antara suku Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, dan Angkola-Mandailing, maupun dengan suku-suku lain dari seluruh pelosok Tanah Air.
Dengan makna seperti itu, berarti etnik Batak sejak dulu sudah memiliki falsafah pemersatu. sesungguhnya, etnik-etnik Nusantara yang lain pun juga memiliki kekayaan budaya pemersatu yang serupa, seperti pepatah “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”, sama persis dengan ajaran Jawa “rukun agawe santosa, crah agawe bubrah”. Jika kita elaborasi lebih lanjut, akan kita temukan bahwa budaya dapat menjadi perekat dan penguat, bahkan pemersatu bangsa Indonesia. Berbicara tentang budaya, berarti kita harus mengkaji ulang konsep Kebudayaan Nasional, yang selama ini persepsi kita terlanjur memposisikannya sebagai wahana perekat persatuan dan kesatuan bangsa, yang kini banyak dipertanyakan kembali eksistensinya.
Konsep Kebudayaan Nasional itu telah menjadi bahan diskusi para cendekiawan dalam forum Polemik Kebudayaan di tahun 30-an, khususnya antara Koentjaraningrat dan Sutan Takdir Alisjahbana. Mereka membangun suatu wacana kebudayaan yang membuat kita semakin memiliki wawasan, betapa luasnya hakikat kebudayaan itu.  Koentjaraningrat mengemukakan tentang dua fungsi dari Kebudayaan Nasional Indonesia  , yaitu sebagai suatu sistem gagasan dan lambang yang berfungsi memberi identitas kepada warga negara Indonesia, dan dapat dipakai oleh semua warga negara Indonesia yang bhinneka tunggal ika, untuk saling berkomunikasi, dan dengan demikian dapat memperkuat solidaritas.
Lagu Tapanuli ”A Sing-Sing So” misalnya, bukan lagi hanya diakui sebagai lagu khas etnis Batak. Tetapi telah mengIndonesia, menjadi pilihan lagu di berbagai grup musik dan paduan suara di seluruh Tanah Air. Koentjaraningrat juga memberi contoh yang lain, bahwa orang Batak Karo yang tinggal di Kabanjahe pun seharusnya juga mengakui orang-orang yang di Abad ke-9 tinggal di lembah Merapi sebagai nenek-moyang mereka, walaupun dulu belum berjiwa nasional Indonesia. Hal ini dimaksudkan, agar orang Batak Karo pun turut bangga memiliki Candi Borobudur hasil rekayasa teknologi canggih di masa Mataran Lama itu.
Dalam fungsi pemberi identitas, suatu unsur kebudayaan dapat menjadi unsur Kebudayaan Nasional Indonesia, apabila paling sedikit memenuhi dua syarat, yaitu harus merupakan hasil karya warga setempat, berupa tema berpikir atau wujudnya mengandung ciri-ciri khas Indonesia, dan oleh sebanyak mungkin warga negara Indonesia lainnya dinilai sedemikian tinggi, sehingga dapat menjadi kebanggaan mereka semua, dan dengan demikian mereka mau mengidentifikasi diri dengan unsur kebudayaan itu.
Dalam fungsi memperkuat solidaritas, unsur itu sedikitnya harus memiliki dua syarat, yaitu berciri khas Indonesia, dan  menjadi “gagasan kolektif” sebagai wahana komunikasi untuk menumbuhkan rasa saling pengertian dan rasa solidaritas bangsa. Ideologi Pancasila dan bahasa Indonesia dapat dikatakan berfungsi ganda, baik sebagai identitas nasional maupun pengikat solidaritas bangsa dalam memperkokoh semangat persatuan. Kebudayaan Nasional tidak sekadar pemberi identitas, memperkuat solidaritas dan kebanggaan masa lalu yang bersifat ekspresif saja, tetapi juga menjadi penjelmaan sifat progresif kebudayaan modern, yang dikuasai oleh ilmu dan ekonomi yang melahirkan teknologi dan berpusat pada universitas, bank dan pabrik.  Jika bangsa Indonesia ingin hidup sejajar dengan bangsa-bangsa lain, harus berani mengubah orientasi budaya, dari aspek ekspresif yang bersifat kosmetik ke aspek progresif yang rasional. Sesungguhnya kekuatan kebudayaan Bangsa kita sangatlah kekal sebagai simbol dan lambang persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
II.2 Kelemahan (weakness)
Kelemahan budaya di Indonesia saat ini adalah ketidaklengkapannya data mengenai seni budaya yang tersebar di setiap daerah. Perlindungan hak cipta terhadap seni budaya juga sangat lemah, sedangkan publikasi multimedia secara internasional mengenai produk seni budaya masih sangat minim. Pemerintah sudah menghimbau pemerintah daerah agar menginventarisasi seni budaya lokal yang ada di daerahnya. Namun, dari 33 provinsi yang ada di Tanah Air, baru tiga provinsi, yakni Bali, Nusa Tenggara Barat, dan DI Yogyakarta, yang melakukan inventarisasi seni budaya mereka. Hasilnya, terdapat sekitar 600 seni budaya yang ada di ketiga provinsi tersebut.
Sampai saat ini belum ada sanksi bagi daerah yang tidak melakukan inventarisasi seni budaya lokal mereka, padahal hal tersebut akan sangat bermanfaat bagi kemajuan pelestarian dan pengembangan budaya lokal maupun Nasional Akibat berbagai kelemahan ini, seni budaya Indonesia sering diklaim negara lain, padahal jika Indonesia memiliki daftar kekayaan intelektual termasuk seni budaya, daftar itu bisa disampaikan kepada Organisasi Hak Kekayaan Intelektual Dunia di Geneva untuk mendapat pengakuan internasional. Namun, hal itu belum dilakukan Indonesia.
Selain inventarisasi dan publikasi yang lemah, Indonesia juga menghadapi persoalan buruknya birokrasi pendataan hak cipta. Banyak permohonan pendaftaran hak cipta bidang seni yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephuk dan HAM). Namun, kebanyakan permohonan yang disetujui belum dipublikasikan. Hal ini juga disebabkan dengan belum adanya dasar hukum formal.
II.3 Peluang (Opportunities)
Dalam upaya membangun semangat keIndonesiaan kita dapat dilakukan melalui Dialog Budaya Antaretnik. Setiap kelompok budaya saling menyapa dan mengenal untuk saling memberi dan menerima. Misalnya, dari sistem nilai Jawa, etnis Bugis bisa mendewasakan prinsip siri’, agar tidak terkungkung pada masalah-masalah sempit kekeluargaan, tapi menjangkau hal-hal yang lebih besar artinya bagi bangsa. Dari etnis Minang, orang Bugis dapat belajar tentang prinsip musyawarah, karena mereka terbiasa menyelesaikan persoalan secara kaku, pantang berubah, sebab siri’ memerlukan pemenuhan seketika. Dari sistem nilai Jawa, orang Bugis dapat belajar tentang tenggang rasa dan kekuatan di dalam kalbu. Kelompok etnis Jawa dan Minang pun dapat belajar dari sistem nilai Bugis-Makasar dalam penekanan kesetiaan pada kata (kana). Orang Bugis tidak suka melebih-lebihkan kata.
Demikian juga masyarakat etnik yang lain agar belajar dari budaya malu (al-haya’) dan berkata yang benar (quli al-haq), dua integritas pribadi Muslim Aceh yang khas. Dari budaya Batak misalnya, etnik-etnik Nusantara dapat belajar transparansi dan demokratisasi yang egaliter.
Pengembangan sikap toleransi, dengan sikap seperti itu menyadarkan kita bahwa tidak ada satupun negara yang masyarakatnya hanya terdiri dari satu budaya, agama, kelompok tertentu, etnis, atau asal kelahiran, melainkan majemuk, oleh sebab itu hidup bersama dalam semangat toleransi perlu dikembangkan di dalam masyarakat sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa yang lebih utuh. Proses integrasi berbagai budaya dan bangsa adalah keniscayaan dalam sejarah Nusantara, mereka bisa hidup bertetangga, saling menghormati, dan terbuka bagi siapa pun, tanpa memandang agama, suku dan warna kulit.
Setiap budaya punya sisi baik dan buruknya. Memadukan yang baik, menjadikannya sebagai perpaduan baru adalah cara yang bijak, daripada menolaknya mentah-mentah. Terhadap budaya orang dan diri sendiri, sikap yang baik adalah tidak merasa rendah diri, tetapi juga tidak terlalu sempit dalam membanggakan budaya sendiri. Kita perlu belajar dari budaya orang lain dan budaya sendiri. Kita bisa belajar banyak hal positif dari keberagaman manusia, agama, dan suku bangsa, yang bisa dilakukan lewat dialog budaya antaretnik.
Sebelum Indonesia merdeka, sebenarnya semua daerah di Nusantara berasal dari berbagai  etnik. Setelah lahir kesadaran politik pada Proklamasi 17 Agustus 1945, maka sejak itu kita tanggalkan baju identitas etnik, menjadi satu bangsa Indonesia. Setelah itu, kita membawa budaya lokalnya masing-masing sehingga budaya kita seperti “mozaik” yang indah dipandang. Kita semestinya punya pandangan yang lebih dinamik, dengan menempatkan pluralitas budaya-budaya etnik itu layaknya “serat-serat” yang mengandung konotasi saling menguatkan, seperti serat-serat pada batang pohon atau anyaman benang pada kain tenun. Sebab menurutnya, dengan memandangnya sebagai “mozaik” akan hanya menguntungkan bagi orang-orang asing, karena bagaikan sumur yang takkan habis airnya untuk ditimba. Oleh sebab itu, kita memerlukan adanya Dialog Budaya antar etnik, agar lambat-laun terjalin menjadi “serat-serat” yang mengukuhkan keBhinneka Tunggal Ikaan budaya Nusantara menjadi budaya Indonesia Baru yang lebih menyatu. Dalam hubungan itu, Bhinneka Tunggal Ika diharapkan menjadi strategi kebudayaan, yang bisa dituangkan ke dalam kebijakan publik. Strategi kebudayaan itu harus ditujukan agar seluruh kekayaan budaya-budaya Etnik dan Masyarakat Adat terjalin erat dalam “serat-serat kebudayaan”. Setidaknya ada dua pendekatan yang saling terkait. Pertama, melalui pendekatan kultural, agar setiap kelompok budaya saling menyapa dan mengenal, untuk saling memberi dan menerima.
Sekaranglah saatnya kita mengukuhkan persatuan dan kesatuan bangsa yang tidak sebatas tawar-menawar politik, tetapi dengan tawaran kehidupan budaya yang lebih hangat. Kedua, pemulihan hak-hak masyarakat lokal dalam mengakses pada sumberdaya ekonomi lokal. Sejarah telah memberikan pelajaran, bahwa hidup dalam multikulturalisme yang penuh toleran dan saling menghargai dapat menjadi sumber kemajuan. Ketika semua merayakan perbedaan dari suku, bahasa dan agama sebagai sesuatu yang baik bagi kehidupan, hal itu akan menjadi sumber kemajuan. Tetapi sebaliknya, ketika permusuhan yang dikembangkan hasilnya adalah kematian dan peperangan. Kemajemukan adalah salah bagian dari sejarah kemajuan beberapa negara besar sekarang, termasuk Amerika dan Eropa. Sejarah juga menunjukkan, proses integrasi berbagai budaya dan bangsa adalah keniscayaan dalam sejarah Nusantara. Maka, jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Setiap budaya punya sisi baik dan buruknya. Memadukan yang baik, menjadikannya sebagai sintesis baru adalah cara yang bijak, daripada menolaknya. Filosofi yang baik adalah tidak merasa inferior, tetapi juga tidak superior dengan budaya etnik sendiri. Filosofi ini penting bagi masa depan kebudayaan Indonesia di dunia global yang multikultural ini.
II.4 Tantangan (Threat)
Kebudayaan Modern Tiruan Tantangan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah Kebudayaan Modern Tiruan. Dia mengancam justru karena tidak sejati, tidak substansial. Yang ditawarkan adalah semu. Kebudayaan itu membuat kita menjadi manusia plastik, manusia tanpa kepribadian, manusia terasing, manusia kosong, manusia latah. Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng, mempunyai daya tarik luar biasa, ia lama kelamaan meyedot pandangan asli kita tentang nilai, tentang dasar harga diri, tentang status.Ia menawarkan kemewahan-kemewahan yang dulu bahkan tidak dapat kita impikan. Ia menjanjikan kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berhenti berpikir sendiri, berhenti membuat kita kehilangan penilaian kita sendiri. Akhirnya kita kehabisan darah , kehabisan identitas. Kebudayaan modern tiruan membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, sekaligus juga tidak menyentuh kebudayaan teknologis modern sungguhan.
Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, budaya adalah perjuangan manusia dalam mengatasi masalah alam dan zaman. Permasalahan yang paling mendasar bagi manusia adalah masalah makan, pakaian dan perumahan. Ketika orang kekurangan gizi bagaimana ia akan mendapat orang yang cerdas. Ketika kebutuhan pokok saja tidak terpenuhi bagaimana orang akan berpikir maju dan menciptakan teknologi yang hebat. Jangankan untuk itu, permasalahan pemenuhan kebutuhan kita sangat mempengaruhi pola hubungan di antara manusia. Orang rela mencuri bahkan membunuh agar ia bisa makan sesuap nasi. Sehingga, kelalaian dalam hal ini bukan hanya berdampak pada kemiskinan, kelaparan, kematian, akan tetapi akan berpengaruh dalam tatanan budaya-sosial masyarakat.
Masalah Pendidikan yang Tepat. Pendidikan masih menjadi tantangan yang butuh perhatian serius jika bangsa ini ingin dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena yang menarik terkait dengan hal ini, yaitu mengenai kolaborasi kebudayaan dengan pendidikan, dalam artian bagaimana sistem pendidikan yang ada mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya. Dimana ada suatu kebudayaan yang menjadi spirit dari sistem pendidikan yang kita terapkan.
Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. tantangan ini beranjak ketika kita sampai saat ini masih menjadi konsumen atas produk-produk teknologi dari negara luar. Situasi keilmiahan kita belum berkembang dengan baik dan belum didukung oleh iklim yang kondusif bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan penciptaan produk-produk, teknologi baru. Jika kita tetap mengandalkan impor produk dari luar negeri, maka kita akan terus terbelakang. Oleh karena itu, hal ini tantangan bagi kita untuk mengejar ketertinggalan iptek dari negara-negara maju.




BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kekuatan, kelemahan, peluang, serta tantangan dari peran budaya lokal dalam memperkokoh budaya bangsa  adalah bahwa Bangsa kita merupakan bangsa majemuk yang terdiri dari berbagai suku, etnik, bahasa, agama, serta adat istiadat. Memiliki begitu banyak kekayaan alam dan budaya yang sepatutnya kita lestarikan dan kita jaga demi menjaga jati diri Bangsa Indonesia. Budaya lokal yang tersebar di 33 provinsi dan 17.504 pulau merupakan pilar-pilar yang menopang berdirinya Bangsa Indonesia, dan apabila satu saja pilar tersebut hilang atau hancur, maka runtuh pula Negara Kesatuan Republik Indonesia kita.
III.2 Rekomendasi
Dalam menjaga agar budaya lokal tetap menjadi pilar-pilar yang kokoh bagi ketahanan budaya bangsa sepantasnya kita jangan pernah melupakan setiap bagian provinsi, pendapatan harus terditribusi secara merata di setiap daerah.  Jangan pernah membedakan suku-suku lain (rasisme), junjung tinggi rasa toleransi dan solidartas, serta kerukunan antar suku dan umat beragama. Tingkatkan rasa kepedulian serta rasa saling menolong. Peliharalah lingkungan alam kita, darat, laut, maupun udara. Tegakkan hukum dan peraturan secara tegas dan bertanggung jawab, adili pelanggaran-pelanggaran hak yang pernah terjadi dari sabang sampai merauke, dengan begitu kedepannya tidak akan ada lagi pemberontakan, terorisme dan, pastinya indonesia akan makmur sejahtera dan dengan sendirinya kebudayaan Nasional dapat kita jaga.



DAFTAR PUSTAKA